Manusia tidak lebih dari suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia pun dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian-kejadian alamiyah, yaitu secara mekanis. Manusia itu hidup selama darahnya mengalir dan jantungnya bekerja, yang disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir. Dengan demikian, manusia yang hidup tidak lain adalah manusia yang anggota tubuhnya bergerak. Dalam islam, walupun secara fisik (mekanis) telah mati-jiwanya tetap hidup.
Bahkan bagi seorang mukmin, kematian adalah lanjutan hidup yang kekal dan abadi. Pengetahuan adalah sesuatu yang telah diketahui. Cara mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan mendengar, melihat, merasa, dan sebagainya yang merupakan bagian dari alat indra manusia. Semua pengetahuan yang didasarkan sebagai pengetahuan empirik, artinya pengetahuan yang bersumber dari pengalaman. Oleh karena itu, pengalaman menjadi bagian penting dari seluk beluk adanya pengetahuan. Yang secara filosofis menjadi bagian dari kajian epistimologis.
Setiap manusia memiliki pengetahuan karena setiap manusia pernah mengalami sesuatu, dan setiap pengalamannya dapat dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak. Dengan demikian, pada umumnya, manusia memiliki pengetahuan. Akan tetapi, karena setiap manusia memiliki pengalaman yang berbeda-beda, tentu dalam menyelesaikan masalahnya, bersumber kepada pengalamanyang beragam, sehingga pengetahuan pun menjadi semakin banyak.
Salah satu pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman. Pengalaman merupakan pengetahuan yang sangat berharga. Oleh kerena itu, dalam filsafat, ada yang berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang utama, dan inilah yang kemudian melahirkan empirisme. Empirisme adalah salah satu aliran dalam filsafat menekankan peran pengalaman dalam memperoleh pengetahuan secara menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengeahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani, empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawannya rasionalisme.
Filsafat empirisme tentang teori makna sangat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami melalui penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris, jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jemllah yang dapat di indra, dan hubungan kausalitas sebagi urutan peristiwa yang sama.
Penganut empirisme berpangdangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalan, rasio hanyalah khayalan belaka.
Dalam hal ini akal semacam sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil peng-indra’an. Hal ini berati bahwa semua pengetahuan manusia, betapa pun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai pada pengalaman-pengalaman indrawi yang telah tersimpan rapi dalam akal. Jika terdapat pengalaman yangtidak tergali oleh daya ingatan akal, itu berarti merupakan kelemahan akal, sehingga hasil pen-indra’an yang menjadi pengalaman manusia tidak lagi dapat diaktualisasikan. Dengan demikian, hal itu bukan lagi sebagai ilmu pengatahuan yang faktual.
George barkeley berpandangan bahwa seluruh gagasan dalam pikiran atau idea datang dari pengalaman dan tidak ada jatah ruang bagi gagasan yang lepas begitu saja dari pengalaman. Oleh karena itu, idea tidak bersifat independen. Pengalaman kongkrit adalah “mutlak” sebagai sumber pengetahuan utama bagi manusia., karena penalaran bersifat abstrak dan membutuhkan ransangan dari pengalaman. Berbagai gejala fisikal akan ditangkap oleh indra dan dikumpulkan dalam daya ingat manusia, sehingga pengalaman indrawi menjadi akumulasi pengetahuan yang berupa fakta-fakta. Kemudia, upaya faktualisasinya membutuhkan akal. Dengan demikian, fungsi akal tidak sekedar menjelaskan dalam bentuk-bentuk khayali semata-mata, melainkan dalam konteks yang realistik.
Tapi menurut akal sehat yang kita miliki, apakah manusia itu ada yang tidak bisa berfikir dan memakai akalnya? Jika ada apakah orang gila itu ada didunia? Bagaimana kalo orang gila itu menganggap kita gila? Jadi manusia itu pasti bisa melakukan fungsi akalnya dengan sebisa mungkin.
0 komentar:
Post a Comment